Titian Serambut Dibelah Tujuh (1982)




Sutradara: Chaerul Umam
Skenario: Asrul Sani

Sudah berkali-kali saya mendengar film ini. Namun belum sekalipun saya tertarik. Dilihat dari masanya, banyak orang akan menyangka bahwa ini adalah sebuah film horror. Ternyata tidak. Ini adalah sebuah film drama yang jauh dari persoalan hantu-hantuan maupun hal mistis lainnya.

Sepanjang film saya bertanya-tanya, mengapa penggambaran cerita dan karakter tokohnya sangat familiar sekali? Bentuk rumah, kedai, selempang sarung dan kerudungnya sangat mirip dengan setting film Sitti Nurbaya (1991) dan Sengsara Membawa Nikmat (1991). Pada akhir film, terjawab bahwa setting cerita ini memang ada di Sumatera Barat. Dengan lokasi syuting tepatnya di Tanjung Raya, Lubuk Basung, Kabupaten Agam.

Cerita bermula ketika Ibrahim (El Manik) hendak menuju kampong Tanjung Baringin untuk menjadi guru agama di kampong tersebut. Di tengah jalan ia bertemu dengan seorang laki-laki setengah baya yang menawarinya minum. Saat dijelaskan mengenai tujuannya, laki-laki tersebut menghela nafas dan berkata bahwa penduduk kampong tersebut ibarat layang-layang putus. Ibrahim kebingungan dan bertanya-tanya dalam hati. Apa maksud ucapan laki-laki tersebut?

Sesampainya di kampong Tanjung Baringin, Ibrahim ditempatkan di rumah salah satu keluarga. Ia pun berkenalan dengan salah satu anak kecil bernama Saleh. Saleh memiliki seorang kakak bernama Halimah yang bertingkah aneh seperti memiliki gangguan jiwa. Ternyata Halimah mengalami depresi karena dituduh telah berzina oleh penduduk kampong.

Keanehan demi keanehan pun dialami oleh Ibrahim. Ia merasa bahwa kampong ini seolah tidak memiliki pegangan. Mudah diprovokasi. Tidak ada pemimpin yang dihormati di kampong tersebut. Padahal, ada seorang guru mengaji bernama Sulaiman yang cukup terpandang. Tapi ia tidak berkutik karena sering diberi uang oleh Harun (Sukarno M Noor), seorang penjudi besar yang kaya raya.

Di kampong itu juga ada seorang laki-laki berandalan bernama Arsad. Ia sering menggoda Halimah dan berniat memperkosanya. Beruntung kejadian tersebut diketahui oleh Ibrahim, namun Arsad keburu melarikan diri. Ia kemudian menghasut penduduk kampong bahwa Halimah sudah semakin liar dan bisa mengganggu penduduk yang lain. Ia memprovokasi penduduk kampong agar Halimah dipasung.

Demikianlah konflik demi konflik mengalir dengan baik. Skenario yang ditulis oleh ASrul Sani sangat kuat. Tidak mengherankan apabila film ini mendapat penghargaan untuk kategori Skenario Asli Terbaik FFI 1993. Akting El Manik dan Sukarno M Noor juga pantas diacungi jempol. Sinematografinya juga sudah sangat maju untuk ukuran film zaman dulu.

Beberapa pengambilan gambar yang berkesan adalah pada saat Harun menjatuhkan seorang penduduk desa di warung. Dengan angle dari bawah, mengesankan bahwa Harun ini adalah orang yang berkuasa dan bisa berbuat apa saja. Begitu juga pada saat penduduk kampong bubar setelah menuduh Ibrahim berzina. Diambil dari angle dari atas yang memperlihatkan kerumunan orang yang satu per satu keluar dari frame dan membuat kampong menjadi sepi seketika.

Sedangkan untuk adegan yang paling berkesan adalah ketika Ibrahim membuka pasung Halimah dan menggendongnya pulang ke rumah melewati rumah-rumah penduduk. Ia menatap penduduk satu persatu, namun tidak ada penduduk yang berani menatapnya kembali. Seakan malu dengan ketidakmampuan mereka untuk berbuat jujur.

Tema yang diangkat film ini sampai sekarang juga masih sangat relevan. Yaitu tentang fitnah dan kabar burung. Orang begitu mudah percaya dengan apa yang disampaikan oleh orang lain tanpa berkeinginan untuk memeriksanya terlebih dahulu. 

Agama seolah menjadi alat untuk melegitimasi kekuasaan. Dengan embel-embel ustadz (guru agama) seolah-olah apa yang keluar dari mulut mereka selalu benar. Semua perilaku mereka tidak pernah salah. Orang-orang begitu mudah terpancing dan menjadi polisi moral untuk orang lain. Padahal sendirinya masih berkubang dengan dosa. Munafik.

Entah mengapa, meskipun genre film ini bukan horror, namun penggambarannya justru lebih menyeramkan. Manusia bisa lebih menakutkan dibandingkan segala jenis hantu dan setan.

Film yang sangat menarik dan membuka mata. Saya berharap mudah-mudahan film ini bisa direstorasi dan didigitalisasi. Sehingga kelak, film ini masih bisa ditonton dan dinikmati oleh orang banyak.





Comments

Popular posts from this blog

Perihal Menumbuhkan Semangat